Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-rh/1998/02/13 |
|
Jumat, 13 Februari 1998 Bacaan : Matius 26:36-46 Setahun : Bilangan 28-30 Nas : Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa (Matius 26:39)
|
|
Harus saya akui, saya menemukan bahwa berdoa itu berat, menjemukan, dan kadang membingungkan. Terkadang saya berdoa karena merasa bahwa saya tak dapat lepas dari keharusan untuk melakukannya. Saya belajar bahwa berdoa yang benar merupakan tindakan yang sulit dan berat. Kita sering berpikir bahwa doa adalah persiapan untuk bertempur, tetapi Kristus menunjukkan kepada kita bahwa doa itu sendiri merupakan suatu pertempuran. Doa adalah jantung dari pekerjaan-Nya. Di manakah Yesus berada saat keringat-Nya mengucur seperti tetesan darah? Bukan di tempat Pilatus, atau dalam perjalanan ke Golgota; melainkan di Taman Getsemani. Di sana Dia "mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap dan tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut" (Ibrani 5:7). Jika saya dapat menyaksikan pergumulan-Nya pada malam itu, mungkin saja saya salah menangkap situasi seraya berkata, "Jika hanya untuk berdoa saja Dia sudah begitu hancur, bagaimana bila Dia berhadapan dengan krisis yang sebenarnya? Mengapa Dia tidak dapat menjalani cobaan ini dengan tenang seperti ketiga sahabat-Nya yang tertidur?" Tetapi pada saat ujian itu datang, Yesus berjalan menuju salib dengan keberanian, dan ketiga sahabat-Nya terpencar dan melarikan diri. Apakah kita telah salah dalam memahami pentingnya doa? Selain sebagai permohonan akan pertolongan dalam melakukan pekerjaan Allah, dapatkah kita menjadikan doa sebagai pekerjaan itu sendiri? [HWR]
DOA TIDAK PERNAH DIMAKSUDKAN UNTUK MENJADI SEKADAR ALAT BANTU
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |